Mengapa arin bisa masuk dalam kehidupan kohsei
dengan mudah
Mengapa arin bisa membuat kohsei melihat
dirinya dalam hitungan detik
Mengapa arin, mengapa bukan aku?
Mengapa ? Tuhan, mengapa?
24 januari 2013,
hari kamis yang mendung. Sudah lebih dari dua minggu hujan menghiasi surabaya.
Namaku Alma, 22 tahun dan pria yang kini
di sisiku adalah Kohsei 24 tahun. Jika kalian berpikir siapakah tokoh utama
cerita ini mungkin dialah orangnya. Kini kami duduk bersebelahan di ruang
tunggu rumah sakit bersalin. Istrinya Arin tadi pagi mengalami kontraksi, bukan
hal yang mengejutkan usia kandungannya memang sudah 9 bulan. Sepertinya anaknya
akan lahir hari ini dan hari ini akan jadi penentuan keberadaanku dalam cerita
ini.
Ijinkan aku
bercerita sedikit tentang siapa aku, ari dan kohsei. Namaku Alma, aku mengenal kohsei sejak kami duduk di
bangku taman kanak-kanak. Jika di hitung aku dan kohsei sudah saling mengenal
sejak tujuh belas tahun yang lalu. Kami secara ajaib selalu berada di satu
kelas yang sama. Tak ada yang istimewa di antara kami. Hanya teman masa kecil
yang tetap akrab hingga saat ini. Hanya satu hal yang mungkin membuat hubungan
kami unik, sejak tujuh tahun yang lalu aku mulai melihat kohsei sebagai seorang
pria dalam diamku dari belakang. Aku tau dia menyadarinya, tapi ia tak pernah
membiarkan kepalanya menoleh kearahku.
Arin, wanita paling
beruntung di dunia (menurut pandanganku) yang bisa membuat kohsei selalu
melihat dirinya, dan karena itu aku “membencinya”. Mungkin setelah ini kalian
akan melihatku sebagai tokoh antagonis dalam cerita ini. Arin masuk menjadi
bagian cerita dalam kehidupanku dan kohsei sejak tiga tahun lalu.
30 desember 2009
aku dan kohsei yang punya sifat malas yang sama terutama untuk menempuh
pendidikan formal memilih untuk tidak melanjutkan kuliah dan hari itu adalah
hari dimana kami membuka toko kue yang kami idam-idamkan sejak zaman SMP mungkin
karena kami tumbuh bersama, sekolah bersama dan tinggal saling berdekatan sejak
kecil kami jadi sangat akrab hingga kami memiliki beberapa pemikiran yang sama.
Tepat di hari itu
pula Arin masuk dalam kehidupan kami. Seorang wanita sebaya denganku menjadi
pelanggan pertama kami. Aku masih ingat bagaimana ia masuk ke toko sambil berlari
kecil dengan menenteng payung kecilnya yang rusak karena angin kencang dan
hujan deras hari itu. dengan dress berwarna coklat lembut selutut dan berlengan
panjang yang basah kuyup terguyur hujan.
Spontan kuambil
handuk bersih dari kamar istirahat yang bersebelahan dengan dapur dan
memberikannya padanya, “mbak ini handuknya, jangan sampai kedinginan, mau
pinjam baju saya? daripada masuk angin nanti” tanyaku padanya
Dengan senyum
lembut yang menghiasi bibirnya saat ia berbicara, “nggak papa mbak, kalau boleh
saya pesan coklat hangat satu dan lemon chese cream untuk menghangatkan badan”
jawabnya
“tentu akan segera
saya ambilkan”, kataku padanya.
Tapi belum aku
beranjak dari sisinya, kohsei sudah datang dengan secangkir teh kamomile dan
berkata dengan lembut dan senyum yang hangat, “teh kamomile jauh lebih baik
dibanding coklat hangat. Teh ini bisa mencegah masuk angin”.
Arin berterimakasih
dan menyesap tehnya selagi hangat dan sejak hari itu Arin sering sekali datang
ke toko. Tak sekedar membeli kue atau minum minuman hangat. Tak jarang ia juga
membawakan kami kue-kue dari toko kue yang berbeda-beda. Menurutnya ini bisa
membuatku lebih semangat untuk membuat kue yang jauh lebih lezat dari yang ia
bawa. Tapi perlahan namun pasti makna setiap buah tangan, senyum serta segala
kenangan manis yang dibawanya ke toko kami hanya untuk kohsei. Aku hanya
perantara penyampai pesan dan sejak saat itu aku membencinya
22 agustus 2010 aku
menunggu kohsei seharian di toko. Dua bulan terakhir dia sering sekali absen
membantuku di toko. Aku tak tau mengapa dan aku juga takut untuk bertanya aku
takut dugaan-dugaanku ternyata benar. Karena saat kohsei tak datang ke toko di
saat itu pula Arin tak pernah datang ke toko. Namin jawaban yang tak kuharapkan
itu datang begitu saja. malam itu saat perjalanan pulang dari toko aku melihat
kohsei dan Arin di warung bakso di pinggiran jalan tak jauh dari komplek
perumahan dimana aku dan kohsei tinggal tepat saat aku menoleh ke arah mereka
saat kohsei mencium lembut bibir Arin.
Mengapa....
Mengapa arin bisa masuk dalam kehidupan kohsei
dengan mudah
Mengapa arin bisa membuat kohsei melihat
dirinya dalam hitungan detik
Mengapa arin, mengapa bukan aku?
Mengapa ? Tuhan, mengapa?
“Mengapa” menjadi
kata tanya yang menyelimuti pikiran dan hatiku yang hancur di detik yang sama
saat bibir arin menyentuh bibir kohsei.
Hari berganti tak
ada hal – hal istimewa yang terjadi waktu seakan berlari dalam senyap. Hingga
tepat tanggal 1 maret 2011 aku melihat kohsei tak seperti biasanya. Sejak
sebulan yang lalu ia tak pernah datang ke toko. Tak terhitung berapa kali sudah
aku menghubunginya tapi tik sekalipun ia menjawab. Puluhan bahkan ratusan pesan
singkat ku kirimkan tapi hanya sekali ia membalasnya maaf aku sedang ada keperluan untuk beberapa waktu kedepan aku tak bisa
membantumu di toko.
Aku benar-benar
ingin datang menemuinya. Tapi rasa sakit yang akan kualami saat melihat Arin
yang mungkin sedang bersamanya membuatku mengurungkan niatku. Namun tepat di
hari itu ibu kohsei menghubungiku. Ia memintaku menemui kohsei di rumahnya.
Saat itu aku yakin ada yang terjadi antara Arin dan Kohsei.
Aku selalu takut
akan rasa sakit yang datang saat aku melihat kohsei dengan Arin. Tapi kini aku
lebih takut bila kohsei harus terluka karena Arin. Aku tak tau mengapa aku
justru takut Arin meninggalkan kohsei dibanding berharap hal itu benar benar
terjadi. Jelas aku ingin bersama kohsei, tapi jika kohsei harus terluka dulu
agar hal itu terjadi maka aku akan mengubur dalam-dalam keinginanku. Tuhan aku
akan lakukan apapun yang perlu kulakukan tapi kumohon jangan sakiti kohsei.
Kupacu sepedahku dengan kencang ke rumah kohsei. Aku bahkan tak tau apakah aku
sudah mengunci toko atau belum.
Sesampainya di
rumah kohsei ibunya memintaku membujuk kohsei keluar dari kamarnya, “alma tolong
bujuk kohsei keluar. Tante sangat khawatir dia sudah beberapa hari ini
mengurung diri di kamar. Ia bahkan hampir tak menyentuh makanannya. Tante mohon
alma bujuk kohsei untuk keluar dan makan setidaknya supaya dia tidak sakit. Dia
selalu menurut saat kamu yang membujuknya”. Raut wajah penuh cemas melekatpada
ibu kohsei. Aku mengangguk dan memeluk ibu kohsei sebentar sebelum menuju ke
kamar kohsei
“Koko ini aku Alma,
kamu mau bikin toko kita bangkrut? Aku ga bisa ngurus toko sendirian”, aku tak
tau mengapa justru kalimat itu yang keluar dari bibirku dan apa yang paling
ingin ku utarakan justru tertahan dan tak mampu terucap. “ko ayo...” belum
sempat kusesesaikan perkataanku kohsei tiba-tiba membuka pintu dan memelukku
erat sekali. Pelukannya terasa sangat menyakitkan bagiku.
“Alma untuk hari
ini saja aku pingin tidur di pangkuanmu sekali saja boleh?”, ia bertanya lirih
padaku.
Aku hanya diam
kemudian duduk di lantai dan bersandar pada tepian ranjang yang ada di kamar
kohsei. Aku kemudian memandang kohsei sambih menepuk kedua pahaku dengan kedua
tanganku mengisyaratkan ia untuk tidur di pangkuanku.
Saat ia telah
membaringkan kepalanya di pangkuanku ia mulai bercerita tentang apa yang
sebenarnya terjadi. Tentang hubungannya dengan Arin yang berakhir sebulan yang
lalu dan segala hal yang selama ini terjadi. Rasa trauma arin pada masa lalunya
membuat arin terus saja menaruh curiga atas cinta kohsei meski ia tau kohsei
tulus mencintainya. Kohsei bercerita tentang keinginannya meminang Arin yang
justru berujung pada permintaan putus yang dilayangkan Arin tanpa ragu padanya.
Air mata kohsei menetes saat ia bercerita tentang betapa ia mencintai arin. Ia
menangis dalam pangkuanku sembari memeluk erat pinggangku.
Beberapa jam
kemudian setelah ia mulai tenang aku memintanya beranjak dari pangkuanku. Aku
memintanya untuk makan sesuatu dan berhenti membuat ibunya cemas. Ia mengangguk
ringan namun tepat saat ku berdiri di ambang pintu hendak luar dari kamarnya
tiba-tiba ia memanggilku
“Alma, maaf kumohon
maafkan aku, aku tau apa yang kau rasakan terhadapku. Tapi tetap saja aku
bersandar padamu saat hubunganku dengan Arin tak berjalan mulus. Maaf karena
aku tak pernah melihat kearahmu”, seusai kudengar perkataannya tak ada yang
mampu kulakukan selain berlalu.
Arin, aku harus
bertemu dengan Arin. Aku ingat aku masih menyimpan nomer telfon genggamnya.
Kuhubungi dia dan kuminta dia datang ke toko. Aku berusaha meyakinkannya untuk
mau ke toko dan memastikan bahwa kohsei tak ada di sana hingga ia akhirnya
bersedia datang. Kuceritakan semua yang ingin kukatakan padanya setelah ia tiba
di toko. Betapa aku membencinya dan berharap kohsei meninggalkannya. Betapa aku
berharap di hari pertama kami bertemu aku tak membiarkannya masuk dalam tokoku
dan betapa aku berharap Tuhan mencabut nyawanya karena ia bisa memiliki kohsei
sedangkan aku yang mencintainya sejak dulu tak pernah dilihat oleh kohsei. Aku
tak tau bagaimana sumpah serapah itu keluar dari mulutku tapi kemudian aku
justru menceritakan padanya betapa kohsei mencintainya dan mengharapnya
kembali.
Aku tak tau dan tak
pernah mau tau apa yang terjadi kemudian hingga akhirnya 11 juli 2012 mereka
menikah. Berita itu sampai di telingaku sebulan sebelumnya dan sejak saat itu
aku berdoa pada Tuhan siang dan malam, cabutlah nyawa Arin, jangan biarkan ia
menikah dengan kekasihku, cabulah nyawa arin agar hatiku tak teriris sembilu
cabutlah nyawa arin dan berikan dia sebagai sesembahan pangan bagi perut bumi.
Tapi sayang doaku
tak terkabul hingga kini. Dan sekarang di sinilah aku, duduk menunggu istri
dari orang yang paling kucintai melahirkan buah hati mereka. Dan doaku masih
tetap sama ‘Tuhan, cabutlah nyawa Arin, jangan biarkan ia hidup lebih lama
dengan kekasihku, cabulah nyawa arin agar hatiku tak teriris sembilu cabutlah
nyawa arin dan berikan dia sebagai sesembahan pangan bagi perut bumi. Akan
kurawat anaknya sepenuh hati tapi bawalah ibunya tak perduli kau kirim ke surga
atau kau campak kan di neraka’.
Inilah aku dan
kisah kecilku. Aku bisa memahami tiap jiwa yang mengutukku kemudian atas piciknya
pikirku, tapi cinta hanya akan menyeretmu ke satu titik dimana kau harus
memilih menjadi protagonis penuh keikhlasan dan kebaikan atau antagonis
sekalian, dan dari yang sudah tertulis kalian akan melihat jalan mana yang aku
pilih.
Karena ini adalah
kesempatan terakhirku. Jika ia tak mati jua saat melahirkan maka aku tak akan
bisa lagi melihat diriku bersanding dengan kohsei.
(*untuk temanku Merrie (bukan nama
asli)terimakasih atas kisahmu. Tak tau mana yang benar atau mana yang salah.
Taktau apakah kau benar tokoh antagonis atau protagonis. Tak tau apakah doa mu
yang mengharapkan kematian orang lain itu benar atau salah. Tapi aku mendoakan
untuk kebahagiaanmu.)